Kamis, 18 Desember 2014

Pendekar Tongkat Emas

Jika Para Pendekar Film Turun Gunung







Karya Anak Bangsa garapan sutradara Ifa Isfansyah, Produser Mira Lesmana dan Riri Riza, Produksi dan Distributor oleh Miles Productions. Bujet film ini sekitar Rp. 25 Milyar.

Sinopsis Gue :

Cempaka (Christine Hakim) Pendekar Wanita yang disegani di dunia persilatan telah mundur dari dunia persilatan dan mewariskan ilmunya kepada 4 anak didiknya yang sebagian adalah anak-anak dari musuh yang dimusnahkan oleh Cempaka. Adalah Biru (Reza Rahadian), Gerhana (Tara Basro), Angin (Aria Kusumah) dan Dara (Eva Celia). Cempaka yang merasa bahwa saatnya hidupnya sudah mendekati akhir, bermaksud menyerahkan jurus pamungkas yang bernama Tongkat Emas Membelah Bumi beserta senjata Tongkat Emasnya yang legendaris. 

Diluar dugaan, Tongkat Emas diwariskan kepada tokoh yang dianggap paling lemah sehingga terjadi kecemburuan terhadap pemilihan Cempaka tersebut. Terjadilah pengkhianatan, penikaman dari belakang dan fitnah habis-habisan yang dilakukan oleh pihak yang tidak terima akan keputusan Cempaka yang juga berakibat buruk pada dunia persilatan dan kezaliman merajalela. Harapan terakhir ada pada Pendekar Harimau Putih yang dapat membuat suasana dunia persilatan menjadi stabil kembali.


Review Gue  :

Awalnya nuansa skeptis menyelubungi hati tentang film ini. Produser, Sutradara, Penulis Naskah dan Pemerannya adalah 'pendekar' dunia drama. Mutu mereka dalam penggarapan film drama tidak perlu diragukan, tapi film laga silat ? Benar-benar meragukan... Sampai saat ini sutradara yang dianggap 'mpu' dalam menggarap film silat slash kolosal hanya disandang oleh Imam Tantowi. Menggarap film silat di layar lebar itu bukan hal main-main lho...

Dan GUE SALAH...!! Dari menit awal mata sudah dibelai dengan keindahan lansekap Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan savana yang berlekuk liku dengan indahnya.  Dan itu belum selesai, Christine Hakim yang bertutur pelan membawakan narasi, memotong cerita dengan kelebatan-kelebatan jurus silat para anak didiknya dengan koreografi yang indah.  Cerita yang mengalir linear dan sederhana dipoles dengan keindahan panorama Sumba, koreografi perkelahian yang indah dan 'pendekar' layar lebar yang turun gunung meramaikan 'dunia persilatan'. Nampak jelas skenario khusus cerita tentang pesan moral diolah oleh Jujur Prananto, sementara filosofi silat dan petatah petitih dunia persilatan digagas oleh Seno Gumira Ajidarma, keduanya adalah 'pendekar' dalam dunia penulisan. Koreografi silat pun ditangani oleh Xinxin Xiong yang sering menjadi penata laga di film Hongkong dan juga sebagai pemeran pengganti dari Jet Li.  Belum cukup disitu, Pemeran utama digembleng selama 3 bulan hanya untuk persiapan pembentukan fisik dan kelenturan pada saat syuting nanti, karena menurut klaim, semua adegan perkelahian dan aksi laga dilakukan semua tanpa menggunakan peran pengganti (Stuntman), termasuk Christine Hakim dan Whani Darmawan...

Christine Hakim masih terasa kuat 'wibawa'nya sebagai aktris legenda. bahkan Eva Celia yang agak diragukan masuk sebagai deretan peran utama, mampu membuktikan bahwa ia bekerja keras untuk film ini. Scene stealer ada pada Aria Kusumah yang berperan sebagai Angin, pendekar paling kecil yang irit bicara, penampilan silatnya bahkan lebih 'indah' daripada Noah Ringer di Avatar The Last Airbender. Hiperbolik ? Tidak ! Tara Basro akan lebih 'dibenci' jika diberikan kesempatan lebih bereksploitasi di sisi antagonisnya. Nicholas Saputra masih terlalu asyik dengan karakter 'cool' nya. Slamet Raharjo tidak banyak diberikan porsi, mungkin jika iya, malah bisa bertempur dengan Cempaka... Adapula cameo kelas watak seperti Whani Darmawan yang ikut berjumpalitan beradu otot, dan Landung Simatupang yang muncul sejenak. Tak lupa Darius Sinathrya dan Prisia Nasution yang muncul sebagai Cempaka dan Harimau Putih muda. Apada akhirnya, aura terkuat masih dipegang oleh Reza Rahadian. Suka atau tidak, peran antagonis yang dipegang Reza  membuat karakter Biru menjadi peran jahat yang ditakuti.

Kalaupun bisa disebut kekurangan adalah tempo yang menurun di tengah film sehingga berjalan lambat, walaupun tertolong dengan lansekap indah (lagi), kemudian perkampungan pengungsi yang terdapat di delta sungai yang bentuknya mirip wigwam, tenda suku indian, jadi terasa agak asing. Untungnya semua terbayar dengan akting para pemainnya dan juga scoring musik yang tepat oleh Erwin Gutawa. Jadi terbayarlah sudah...

Diharapkan film merupakan kebangkitan kedua film indonesia, khususnya film silat klasik sehingga akan ada film-film dengan kualitas serupa tanpa perlu risih dengan para 'serigala-serigala' muda yang mengaum di layar kaca...

Film ini gue rating 4,5 dari 5 bintang ...

Keep Rolling... Selamat Menikmati... Have a Great Watch...!!! 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar