Jumat, 17 Oktober 2014

3 Nafas Likas

3 Tarikan Nafas yang Hilang



Merupakan film biografi dari Pahlawan Nasional Alm. Letjen (Purn) Djamin Ginting dan Likas br Tarigan, sang istri yang dituturkan dari sisi sang istri anak bangsa besutan sutradara Rako Prijanto produksi Oreima Films dengan mengambil setting lokasi di Indonesia dan Kanada. 

Sinopsis Gue :

Likas usia senja (Tuti Kirana) yang sedang berlibur di daerah pegunungan yang terpencil bersama keluarga besarnya ditemui oleh seorang penulis yang hendak melakukan wawancara tentang memoar terhadap Likas. Dari momen itulah Likas mengenang jalan hidupnya sejak anak-anak (Tissa Biani Azzahra) yang bercita-cita jadi guru karena melihat betapa enaknya jadi guru pada jaman itu, melanjutkan pendidikan untuk menjadi guru dengan dukungan penuh dari sang ayah (Arswendi Nasution) namun mendapat tentangan keras dari sang bunda (Jajang C. Noer). Kematian sang bunda membuat Likas muda (Atiqah Hasiholan) guncang karena kedekatan emosional yang dalam. Dalam perjalanan hidupnya, Likas dipertemukan dengan seorang pemuda bernama Djamin Ginting (Vino G. Bastian) yang dengan gigih mencoba mengambil hati Likas karena kagum akan keberanian Likas mengemukakan pendapat atas kesamaan hak wanita dengan laki-laki. Pendekatan pemuda Ginting tidak bisa lancar karena pecah perang kemerdekaan dimana pemuda Ginting memimpin pasukan pejuang Sumatera Utara dan Karo. Hubungan pamuda Ginting sempat ditentang oleh keluarga Likas, namun dengan ketetapan hati, pemuda Ginting berhasil meminang Likas dengan mas kawin 1000 gulden atas permintaan dari pihak keluarga Likas. Tak sempat merayakan resepsi pernikahan, pecah Agresi Militer Belanda yang membuat pemuda Ginting kembali meninggalkan Likas untuk berjuang.  Tempat pengungsian Likaspun digempur oleh Belanda yang memaksa Likas memimpin penduduk sipil mengungsi ke hutan. Selesainya perang dan diakuinya kedaulatan Republik Indonesia membuat karir pemuda Ginting menjadi naik yang pada akhirnya menjadi Pangdam Bukit Barisan. Karir yang meningkat itu memaksa Likas untuk merevisi penampilan, gaya bicara dan gaya berjalannya agar pantas dilihat oleh para anak buah Panglima. Pasa masa pemerintahan Soeharto, Letnan Jendral Djamin Ginting ditunjuk menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh di Kanada yang berarti harus melepaskan karirnya di dunia militer. Hal ini membuat Djamin Ginting gundah karena darah militernya harus dikuburkan dalam-dalam mengemban tugas sebagai Dubes.  Likas sebagai istri Dubes aktif mengadakan berbagai acara di lingkungan kedutaan yang melibatkan wanita Indonesia di Kanada. Hingga pada suatu masa, Djamin Ginting meminta Likas kembali ke Indonesia untuk membawa surat permohonan kembali ke Indonesia untuk disampaikan ke Soeharto.  Tak lama setelah Likas sampai di Indonesia dan menyerahkan surat tersebut, sang suami wafat di Kanada dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Review Gue :

Kisah tentang Alm Letjen (Purn) Djamin Ginting ini lebih banayak dituturkan dari sisi sang istri, yaitu Likas br Tarigan, sehingga memang sentral cerita ada pada sang istri, bukan tentang sepak terjang sang Pangdam Bukit Barisan pertama. Namun melihat bagaimana kerasnya Likas dalam kehidupannya, bisa dilihat pula kerasnya Djamin Ginting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Film ini memiliki cerita yang umum, tidak terlalu istimewa dari sisi penceritaan. Yang luar biasa adalah sinematografi yang ditampilkan. Orisinalitas detail pelengkapan sejak tahun 1930-an hingga 1970-an berusaha keras ditampilkan dan hal tersebut luar biasa sehingga patut diberikan apresiasi lebih.  Serangan mendadak dari pesawat Belanda memang nampak mengingatkan pada film Pearl Harbor-nya Michael Bay. Adegan spesial efek serangan pesawat yang menyerbu melintasi sungai memang dimaksudkan untuk mendramatisasi namun menjadi agak 'over' karena posisi pesawat yang terlalu rendah tanpa adanya efek turbulensi pada 'korban' di sungai. Namun syuting yang mengambil lokasi di Bakkara dan Dolok Sanggul (Kab. Humbang Hasundutan), Berastagi, Kabanjahe, Tebing Tinggi, Pamah Semilir dan Kota Medan berhasil menangkap panorama lansekap yang luar biasa indah. 

Atiqah Hasiholan sudah menunjukkan kelasnya sebagai wanita Karo yang berkemauan keras. Demikian juga dengan Vino G Bastian yang  bertransformasi maksimal dengan logat Karo nya yang kental di 90% filmnya. Arswendi Nasution pun bermain prima. Tak diragukan pula Jajang C. Noer sebagai ibunda Likas yang keras kepala namun rapuh.  Tapi kalo boleh memuji, penampilan Tissa Biani Azzahra sebagai Likas kecil  - lah yang benar-benar menjadi 'scene stealer'.  Ada secuil pertanyaan: mengapa Likas usia senja tidak diperankan oleh Atiqah sendiri? Tentunya dengan 'total makeover' sehingga tidak terjadi emosi yang 'lompat' antara Likas muda, Likas dewasa dan Likas usia. Bagaimanapun film ini merupakan karya yang bagus dan layak diapresiasi sebagai film yang memberikan penjelasan salah satu pelaku sejarah kemerdekaan Indonesia.

Gue rating film ini 4 bintang dari 5 bintang ...

Keep Rolling... SElamat Menikmati... Have a Great Watch...!!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar